LONDON, KOMPAS.com — Sambil menunggu film Pirates of Caribbean: On Stranger Tides Mei mendatang, mari kita tengok hasil studi terbaru Chatham House yang dipublikasikan Jumat (14/1/2011). Lembaga kajian asal Inggris ini menyebutkan, kerugian akibat aksi bajak laut di dunia antara 4,4 miliar pound-7,6 miliar pound atau 7 miliar dollar AS-12 miliar dollar AS per tahun.
Jika dirupiahkan, kerugian itu setara Rp 63 triliun-Rp 108 triliun setahun. Sebagian besar berasal dari aksi bajak laut di perairan Somalia.
Biaya-biaya tersebut meliputi uang tebusan, penambahan peralatan keamanan, dan dampak ke perdagangan internasional. Meski pencegahan bajak laut terus berlangsung, seperti peningkatan keamanan, aksi pembajakan tak kunjung menurun.
Chatham House menyebutkan, sejak 2006 hingga tahun lalu, di seluruh jagat terjadi 1.600 aksi bajak laut yang menewaskan 54 orang. Di awal 2011 ini, sekitar 500 orang pelaut dari 18 negara menjadi sandera bajak laut di seluruh dunia.
Demi menghindari gerombolan para perompak, para pelaut mengubah jalur pelayaran menjadi lebih jauh. Ini membuat biaya pelayaran naik 2,4 miliar dollar AS-3 miliar dollar AS per tahun. Sementara ongkos pengamanan di perairan Somalia, lokasi favorit pembajak, naik 2 miliar dollar AS. "Biaya-biaya ini terus meningkat," kata Anna Bowden, peneliti lembaga kajian One Earth Future Foundation, di Colorado Amerika Serikat (AS).
One Earth menghitung, tahun lalu rata-rata uang tebusan sekitar 5,4 juta dollar AS. Jumlah itu melesat 36 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2005 yang hanya 150.000 dollar AS.
Di November 2010 terjadi pemecahan rekor uang tebusan, yakni 9 juta dollar AS, berasal pembebasan Samho Dream, kapal tanker asal Korea Selatan. Kapal yang dibajak di Samudra Hindia ini mengangkut minyak mentah senilai lebih dari 170 juta dollar AS.
Sebelumnya, di Januari 2010, pembajak meminta tebusan 5,5 juta dollar AS untuk pembebasan kapal Maran Centaurus, yang dibajak 1.300 km lepas pantai Somalia. Kapal ini mengusung minyak mentah senilai 150 juta dollar AS.
Yang menarik, ketika uang tebusan hendak diturunkan dari helikopter, muncul kelompok bajak laut lain yang hendak merebut uang tersebut. Pembajak yang menguasai Maran meminta bantuan aparat keamanan internasional agar mengusir bajak laut yang datang belakangan. "Luar biasa. Penjahat meminta bantuan polisi," sindir pakar bajak laut Roger Middleton dari Chatham House
Jika dirupiahkan, kerugian itu setara Rp 63 triliun-Rp 108 triliun setahun. Sebagian besar berasal dari aksi bajak laut di perairan Somalia.
Biaya-biaya tersebut meliputi uang tebusan, penambahan peralatan keamanan, dan dampak ke perdagangan internasional. Meski pencegahan bajak laut terus berlangsung, seperti peningkatan keamanan, aksi pembajakan tak kunjung menurun.
Chatham House menyebutkan, sejak 2006 hingga tahun lalu, di seluruh jagat terjadi 1.600 aksi bajak laut yang menewaskan 54 orang. Di awal 2011 ini, sekitar 500 orang pelaut dari 18 negara menjadi sandera bajak laut di seluruh dunia.
Demi menghindari gerombolan para perompak, para pelaut mengubah jalur pelayaran menjadi lebih jauh. Ini membuat biaya pelayaran naik 2,4 miliar dollar AS-3 miliar dollar AS per tahun. Sementara ongkos pengamanan di perairan Somalia, lokasi favorit pembajak, naik 2 miliar dollar AS. "Biaya-biaya ini terus meningkat," kata Anna Bowden, peneliti lembaga kajian One Earth Future Foundation, di Colorado Amerika Serikat (AS).
One Earth menghitung, tahun lalu rata-rata uang tebusan sekitar 5,4 juta dollar AS. Jumlah itu melesat 36 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2005 yang hanya 150.000 dollar AS.
Di November 2010 terjadi pemecahan rekor uang tebusan, yakni 9 juta dollar AS, berasal pembebasan Samho Dream, kapal tanker asal Korea Selatan. Kapal yang dibajak di Samudra Hindia ini mengangkut minyak mentah senilai lebih dari 170 juta dollar AS.
Sebelumnya, di Januari 2010, pembajak meminta tebusan 5,5 juta dollar AS untuk pembebasan kapal Maran Centaurus, yang dibajak 1.300 km lepas pantai Somalia. Kapal ini mengusung minyak mentah senilai 150 juta dollar AS.
Yang menarik, ketika uang tebusan hendak diturunkan dari helikopter, muncul kelompok bajak laut lain yang hendak merebut uang tersebut. Pembajak yang menguasai Maran meminta bantuan aparat keamanan internasional agar mengusir bajak laut yang datang belakangan. "Luar biasa. Penjahat meminta bantuan polisi," sindir pakar bajak laut Roger Middleton dari Chatham House
Tidak ada komentar:
Posting Komentar